Di saat Planet bumi
kita berjuang menyediakan sumberdaya (tanah, air, pangan, energi, dll) untuk mempertahankan 7 miliar penduduknya, pada
saat bersamaan setiap tahunnya 1/3 dari pangan yang diproduksi di dunia - sekitar 1,3 miliar ton - terbuang dan
menjadi limbah! Fantastis! Inilah ironi
dari sebuah peradaban manusia dimana limbah makanan menjadi salah satu
kontributor terbesar dampak lingkungan. Maka bayangkan ketika planet yang kita
tempati ini enggan menyediakan lagi sumberdayanya. Apa pula yang akan terjadi?
UNEP (United Nation
Environment Programme) mengungkap bahwa dari 1,3 miliar ton limbah makanan
tersebut, negara-negara industri
menyumbang limbah makanan sebesar 670 juta ton setiap tahunnya, yang jika
dikonversikan ke dalam nilai uang setara dengan 680 miliar Dolar AS.
Adapun negara-negara berkembang
menyumbang limbah makanan sekitar 630 juta ton setiap tahunnya, atau setara
dengan 310 miliar Dolar AS.
Fakta lain, penduduk
di negara-negara kaya memiliki kebiasaan
membuang-buang makanan secara berlebihan dengan jumlah mencapai 222 juta
ton per tahun. Jumlah tersebut adalah hampir sama dengan produksi pangan
sub-Sahara Afrika dengan total 230 juta
ton.
Persoalan Lingkungan
memang tidak dapat dilihat sebagai suatu persoalan yang berdiri sendiri,
melainkan sangat terkait dengan perilaku manusia,terutama dalam memenuhi
kebutuhannya. Perubahan perilaku melalui gaya hidup telah mengubah pola
ekstraksi sumberdaya alam dan energi yang ada. Manusia didorong untuk
menggunakan sumberdaya alam secara berlebih dan tidak berkelanjutan.
Mengingat besarnya
ketidakseimbangan gaya hidup masyarakat di negara kaya dengan negara berkembang
serta akibat yang sangat buruk dari limbah makanan yang dihasilkan terhadap
lingkungan, maka dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup SeDunia 2013 (World
Environment Day 2013), UNEP bekerjasama dengan FAO (Food & Agriculture
Organization) tahun 2013 ini mengangkat
tema: “THINK-EAT-SAVE”. Tema ini secara harfiah mengajak seluruh penduduk dunia
untuk mengubah gaya hidup membuang-buang makanan. Mengajak berpikir kembali sebelum membuang
makanan karena hakekatnya makanan untuk dimakan/di konsumsi atau disimpan.
Mengapa harus dilimbahkan?
Adapun tujuan dari
tema “Think – Eat – Save” adalah mengajak penduduk dunia – termasuk anda - agar
lebih sadar atas dampak lingkungan dari kebiasaan membuang-buang makanan dan
lebih kritis serta bijak memilih makanan, karena bagaimanapun hal ini berkait
dengan kemampuan alam menyediakannya untuk manusia.
Menyambut Hari
Lingkungan Hidup seDunia 2013, KLH
secara khusus menyikapi tema yang dihadirkan UNEP dengan tema dan logo yang sejalan dengan
“Think - Eat - Save”.
Dengan logo
memvisualkan daun hijau sebagai simbolisasi dari tujuan kelestarian alam, serta
simbolisasi kontra-produktif berupa visual makanan yang ditumpahkan dari piring
ke dalam bak sampah, serta bunyi tema “Ubah Perilaku dan Pola Konsumsi untuk
Selamatkan Lingkungan”, dimaksudkan memberi gambaran yang mudah serta membuka
kesadaran masyarakat atas pentingnya mengubah perilaku dan pola makan.
Masalah limbah
makanan adalah masalah yang terjadi di seluruh negara, baik negara maju, negara
industri maupun negara berkembang. Pertanyaannya adalah, akankah kita
menghargai pemberian alam dengan sikap dan pola konsumsi berorientasi pada
kelestarian lingkungan? Atau hanya akan menjadi pengikut dari bangsa lain yang
memiliki kebiasaan membuang-buang makanan?
Konsumsi masyarakat
dalam kurun waktu satu (1) bulan sekali, mengkonsumsi ayam mencapai 91%, ini
lebih besar dibandingkan konsumsi daging merah yang hanya 77%. Sementara itu
dalam mengkonsumsi produk yang dihasilkan daerahnya sendiri berupa umbi-umbian
lokal tercatat 36,4%. Sisa sampah organik terutama makanan hanya 2,2% yang
dikomposkan, selebihnya dibuang dan menjadi beban lingkungan yang terus
bertambah.
Pada bidang
pertanian, terjadinya limbah akan selalu terjadi sejak awal proses. Dan semua
ini membawa pengaruh pada munculnya emisi gas rumah kaca. Di sektor produksi
pertanian, limbah makanan akan mulai muncul
sejak proses panen dimulai sampai dengan proses pendistribusian,
pemasaran dan berlanjut lagi pada saat sampai ditangan anda sebagai konsumen,
pada proses pengolahan serta makanan tak termakan. Ini semua adalah jejak
makanan (food print).
Maka adalah bijak
jika kita mampu mengurangi jejak makanan pada setiap prosesnya masing-masing.
Misal, memasak makanan secukupnya tanpa berlebih, membeli bahan makanan sewaktu
(mudah busuk) tanpa berlebih, termasuk juga merawat makanan yang sudah terbuka
dari kemasannya agar tidak mudah rusak.
Pada akhirnya, perubahan
perilaku dan pola konsumsi untuk menjaga
kelestarian lingkungan adalah tanggungjawab bersama masyarakat Indonesia.
Semakin anda tahu tentang informasi makanan, semakin bijak anda memilih makanan
yang dapat mengurangi dampak lingkungan. Demikian harapannya. Pertanyaannya,
seberapa jauh kesadaran anda?
Logo yang saya buat
ini telah menjadi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan disosialisasikan
menjadi milik bangsa. Maka, siapapun yang memiliki kepentingan terhadap logo
ini dipersilakan untuk memanfaatkannya.
|
Komentar
Posting Komentar